Cerpenku: Let Me Free

 Sepulang sekolah, kakiku tak kubawa langsung menuju ke rumah, tapi kugiring menuju rumah saudaraku, tante Nena.

Sengaja aku pergi ke rumah tante Nena. Rumah tante Nena tidak dekat sehingga aku cukup optimis mama tidak akan menemukanku dengan mudah. Aku sedang marah dengan mama karena sejak kemarin mama terus mengomeliku dan menyalahkan semua yang kulakukan. Itu sebabnya aku memilih kabur sepulang sekolah.

Sampai di depan rumah tante Nena, ternyata pintu rumah tidak terkunci. Mumpung tak ada orang, ini adalah kesempatan bagus bersembunyi. Aku mencari tempat di sekitar, dan aku punya ide saat melihat sebuah gudang yang bertulisan ”dilarang masuk”. Siapa sangka kalau aku akan masuk ke dalamnya. Sejak dulu aku memang tak pernah masuk, tapi kalau aku mencoba, mungkin tak seorang pun tahu.
Setelah membuka pintu, yang ku dapatkan di dalamnya, semua putih. Tapi sama seperti gudang lainnya. Pengap. Di sekeliling hanya terlihat tumpukan kardus yang berisi barang-barang bekas. Sofa-sofa tua. Lemari berdebu. Buku beserta raknya yang sudah tak terpakai. Aku berjalan dan mengambil posisi di sebuah sofa setelah membersihkan debunya. Dan kuambil sebuah buku yang berdebu. Tanpa sadar, tak lama kemudian akupun tertidur.

***
”Kamu sudah bangun?”

Semuanya terlihat remang, tapi lama kelamaan semua kembali terlihat terang. Gadis berbaju putih duduk di depanku, dan aku langsung terbangun. ”Si... siapa kamu?” tanyaku gugup. Melihat seluruh tubuhnya serba putih, buluk kudukku berdiri tiba-tiba. Makin lama, aku jadi agak mengerti arti ”dilarang masuk” yang di tulis di depan pintu.

”Jangan takut!” kata gadis yang mungkin seusia denganku. ”Kenalin, namaku Eira! Aku sudah berada disini selama sepuluh tahun!”

Hah? Aku mundur beberapa langkah, takut. Jantungku berdegup kencang walaupun mendengar ucapannya yang baru sekali. Sebenarnya aku memang penakut. Tapi dia sudah sepuluh tahun disini. Pasti dia hantu!

”Sudahlah! Aku sudah terbiasa bertemu dengan orang-orang tersesat sepertimu!”

”Sepertiku? Apa maksudmu?” tanyaku berusaha tenang. Raut wajahnya lembut. Mungkin dia memang anak baik.

”Kamu pasti kabur dari rumah kan?”

Darimana dia tahu? Aku mengangguk mafhum.

"Sepuluh tahun yang lalu aku juga kabur dari rumah kemari."
 
"Kenapa?"
 
"Aku bertengkar dengan mamaku."
 
"Lalu?"
 
"Aku menemukan ruang rahasia di bawah lantai di sudut sana" kata Eira sambil menunjuk sudut ruangan yang gelap dan kotor. Tumpukan peti dan kardus tak berguna terdapat di situ.
 
"Ruang rahasia??" aku memandang takjub. Eira mengangguk. "Lalu?"
 
"Aku masuk ke dalam dan tertidur. Tapi ketika aku terbangun, ternyata tumpukan itu sudah di sana dan aku tidak pernah bisa keluar lagi."
 
Aku bergidik ngeri. Selama sepuluh tahun Eira terperangkap dalam lubang rahasia itu tanpa diketahui siapapun? Apakah tante Nena tahu tentang hal ini?

”Tapi... kalau kamu mau menolongku... kamu keluar dari sini. Dan tolong bebaskan aku!!” jelasnya lagi
Kasihan. Dia sepuluh tahun disini tanpa bisa berbuat apa-apa karena perasaannya terhadap mamanya. Seharusnya aku tak boleh kabur dari rumah. Aku beranjak dan berjalan menuju pintu. ”Kamu tunggu disini! Aku akan menolongmu!”

Ia tersenyum sayu. Seakan tak akan ada yang bisa menolongnya. Atau mungkin setelah ini semuanya berakhir. Aku pun keluar dan berlari ke lantai satu. Mengetahui mobil tante Nena sudah sampai, aku berlari ke arahnya. ”Tante Nena!!”

”Lho, Liffa? Kamu ngapain kesini? Mamamu nyariin lho!” kata tante Nena. Aku menunduk. Mengakui kesalahanku.

”Maafin Liffa tante... Liffa kabur dari rumah! Tapi Liffa janji nggak akan ngulangin! Liffa sadar setelah ketemu Eira!”

“Eira?”

Aku mengangguk “Kasihan dia, tante! Eira kabur dari rumah dan sepuluh tahun nggak bisa keluar dari gudang rumah tante!! Tante tahukan Eira? Teman tante sepuluh tahun yang lalu! Dia minta di bebasin!” pintaku penuh permohonan. Kepala tante Nena berpaling ke sebuah jendela di lantai dua. Tepatnya tempat gudang tersebut berada.

“Ah! Ternyata Eira berulah lagi ya? Padahal sudah tante nasihatin berkali-kali!!”

Aku mengernyitkan dahi “Maksud tante?”

”Eira itu anak tetangga sebelah! Dia memang suka ngusilin orang! Ternyata kamu toh yang jadi korbannya kali ini?”

Aku melihat ke arah jendela itu. Eira menatapku, usil. Ugh! Sial!

Salam, ADLN_haezh

Komentar